AL-KINDI
(185-252 H/801-866 M)
- Riwayat Singkat dan
Karya-Karya Al-Kindi
Nama asli
al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya'qub Ibn Ishaq lbn Shabah Ibn Imran Ibn Ismail Ibn
Muhammad Ibn al-Asy' ats Ibn Qais al-Kindi. Pria kelahiran Kufah tahun 185
H/801 M. Sebutan al-Kindi dinisbatkan pada kata "Kindah"; nama
kabilah Terkemuka pra-lslam yang merupakan cabang dari bani Kahlan dan bermukim
di Yaman. Al-Kindi lahir dari keturunan keluarga kaya dan terhormat. Buyutnya
al-Asy' as ibn Qais, salah seorang sahabat Nabi yang syahid bersama dengan
Sa'ad ibn abi . aqqas dalam peperangan kaum muslimin dengan tentara . persia di
lrak. Ayah kandung al-Kindi, lshaq ibn al-Shabbah . adalah gubernur Kufah pada
masa kepemimpinan Khalifah alMahdi (775-785 M) dan khalifah al-Rasyid (786 -
809 M).
Ayahnya meninggal saat al-Kindi masih anak-anak. Al-Kindi melewati masa kecilnya di Kufah dengan menghafal al-Qur' an, mempelajari tata bahasa Arab, kesusastraan Arab dan ilmu hitung. Keseluruhan yang dipelajarinya di masa itu merupakan kurikulum pelajaran wajib bagi semua anak-anak jamannya di wilayah Kufah. Selanjutnya al-Kindi mendalami pelajaran fiqh dan kajian keilmuan baru yang disebut kalam. Akan tetapi, kecenderungan al-Kindi lebih mengarah pada ilmu pengetahuan dan filsafat, khususnya ketika al-Kindi meninggalkan Kufah dan berdomisili di Baghdad.
Ayahnya meninggal saat al-Kindi masih anak-anak. Al-Kindi melewati masa kecilnya di Kufah dengan menghafal al-Qur' an, mempelajari tata bahasa Arab, kesusastraan Arab dan ilmu hitung. Keseluruhan yang dipelajarinya di masa itu merupakan kurikulum pelajaran wajib bagi semua anak-anak jamannya di wilayah Kufah. Selanjutnya al-Kindi mendalami pelajaran fiqh dan kajian keilmuan baru yang disebut kalam. Akan tetapi, kecenderungan al-Kindi lebih mengarah pada ilmu pengetahuan dan filsafat, khususnya ketika al-Kindi meninggalkan Kufah dan berdomisili di Baghdad.
Para sejarawan
memberi julukan kepada al-Kindi sebagai “Filosof Arab" disebabkan dia
adalah satu-satunya filosof muslim keturunan Arab asli yang bermoyang kepada
Ya' qub lbn Qahthan yang bennukim di kawasan Arab Selatan. Al-Kindi termasuk
filosof Islam yang sangat produktif. Dia telah menulis banyak karya yang
meliputi berbagai macam bidang ilmu. Ibnu Nadhim mengatakan bahwa al-Kindi
telah meliris 260 judul karya. Bahkan menurutnya, risalah-risalah al-Kindi
meliputi seluruh ensiklopedi ilmu klasik; filsafat, logika, aritmatika, musik,
astronomi, geometri, kosmologi, kedokteran, dan astrologi. Akan tetapi, sedikit
saja jumlah karya al-Kindi yang sampai ke tangan orang-orang setelahnya.
Sebagian riwayat mengklaim bahwa karya-karya al-Kindi hilang semasa
kepemimpinan Khalifah al-Mutawakkit.
Proyek
pemikiran dan pembelajaran pengertahuan alKindi didukung oleh persetujuan
Khalifah al-Ma'mun dan alMu'tashim dari dinasti Abbasiyah. Bahkan konon karya
besar alKindi yang berjudul Fi al-Falsafah al-Ula didedikasikan kepada
Khalifah al-Mu'tashim.
Berbeda dengan
para cendikiawan yang sejaman dengannya, al-Kindi tidak memiliki kemampuan
bahasa Yunani dan Suryani yang istimewa sehingga kerap merujuk pada hasil
terjemahan dalam mempelajari peninggalan filsafat Yunani. T ercatat ada tiga
nama penerjemah yang banyak membantu alKindi; lbn Na'imah, Eustathius dan Ibn
al-Bitriq.
Terjemahan
yang digunakan al-Kindi belum melewati standar-standar filologis yang ketat
seperti yang kemudian nanti ditetapkan oleh Hunain ibn lshaq. Namun demikian,
hal itu tidak mengurangi rasa hormat para sejarawan dalam pengakuan mereka atas
jasa-jasa al-Kindi sebagai sosok yang membuka ams penerjemahan filsafat Yunani
bagi dan untuk orang-orang Islam.
Karya-karya
al-Kindi yang merupakan gerbang awal pertemuan filsafat Yunani dan tradisi
keilmuan Islam (mayoritas karya hanyalah risalah pendek), oleh Ibnu Nadhim
dikelompokkan dalam tujuh belas bagian, yakni;
1. Filsafat
2. Logika
3. Ilmu Hitung
4. Globular
5. Musik
6. Astronomi
7. Geometri
8. Sperikal
9. Medis
10. Astrologi
11. Dialektika
12. Psikologi
13. Politik
14. Meteorologi
15. Dimensi
16. Benda-Benda
Pertama
17. Spesies
Logam dan Kimia
Keseluruhan
kajian ini dapat dijadikan bukti yang menunjukkan keluasan ilmu al-Kindi dan
kecintaannya pada pengetahuan. Meskipun tidak semua karya al-Kindi sampai ke
tangan orang-orang setelahnya, beberapa karya al-Kindi yang tersisa sudah
pernah diterjemahkan oleh Gerrad Cremona ke dalam bahasa Latin. Bahkan
terjemahan-terjemahan itu ikut mempengaruhi arus pemikiran Eropa pada a.bad
pertengahan. Karya-karya al-Kindi yang telah lama hilang, ditemukan oleh
orientalis berkebangsaan Jerman, Hillmuth Ritter di perpustakaan Aya-Sofia,
kota Istanbul sebanyak 12 risalah.
Ada.pun karya
al-Kindi yang sampai ke tangan orangorang setelahnya dan sempat menjadi sumber
inspirasi bagi para pemikir Muslim lain adalah:
1.
Kitab al-Kindi ii.a
al-Mu'tashim Bill.ahi fi al-Falsafah al-Ula: karya yang merangkum pemikiran
al-Kindi tentang filsafat pertama.
2.
Kitab al-Falsafah
al-Dakhil.at wa al-Masa'il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtasha wa ma fauqa
al-Thabi'iyyah; karya yang berhubungan dengan pengenalan filsafat dan persoalan
logika serta metafisika.
3.
Kitab fi annahu I.a Tanalu
al-falsafah ill.a bi 'ilmi al Riyadhiyyah: karya tentang matematika sebagai
prasyarat bagi filsafat.
4.
Kita b fi Q as hd A ns·
4 K thatalis fi al-Ma'qul.at: karya yang
membahas aspek teleologis dari kategori-kategori yang dikenalkan Aristoteles.
5.
Kitab fi Ma'iyyah al-'ilmi
wa Aqsamihi: karya yang membicarakan persoalan substansi ilmu dan
klasifikasinya.
6.
Kitab fi Ibarah al-]awami'
al-Fikriyah: karya yang merangkum ungkapan-ungkapan seputar ide-ide
komperhensif.
7.
Risalah fi Hudud al-Asyya· wa Rusumiha: karya
yang membahas tentang definisi benda-benda dan uraianurainnya.
8.
Risalah fi annahu ]awahir
I.a Ajsam: karya seputar substansi.
9.
Risalah al-Hikmiyah fi
Asrar al-Ruhaniyah : karya yang 'berisikan paparan filosofis tentang
rahasia-rahasia spiritualitas.
10.
Risalah fi al-lb anah 'an
al-'ill.at al-Fa'iliyat al-Qaribah li alKaun wa al-Fasad: karya tentang
penjel-asan seputar sebabsebab terdekat yang aktif terhadap alam dan
kerusakan.
11.
Fi al-Fa'il al-Haq al-Awwal
al-Tam
12.
Fi W ahdaniyatill.ah wa T
anahi ]irm al-'Alm
13.
Fi al-Qaul fi al-Nafs:
karya seputar persoalam j iwa
14.
Fi al-"aql): karya
yang membicarakan persoalan akal.
Dalam upaya
menyikapi warisan ilsafat Yunani, karyakarya al-Kindi jelas menunjukkan bahwa
ia tertarik pada pemikiran Aristoteles dan Plato. Bahkan kedua nama filosof itu sering
disebut-sebut dalam karya-karyanya. Terlepas dari kekurangan al-Kindi dalam
penguasaan bahasa Yunani, al-Kindi melalui terjemahan yang didapatnya, mampu
mempelajari karya besar Aristoteles yang berjudul "Metaphysics" serta
menuliskan komentarnya atas karya ini. Tidak hanya cukup sampai pada penulisan
komentar atas Metaphysics saja, al-Kindi pun menulis komentar atas karya
Aristoteles seperti Categorie, De interpretatione, Analytica posteriora dan
juga komentar atas De Caelio. Selain itu, al-Kindi juga menyimpan karya dialog
Aristoteles berjudul Eudemus. Semangat pembelajaran dan pendalaman filsafat
yang dimiliki al-Kindi, jelas
menunjukkan keinginannya yang luar biasa untuk memperkenalkan filsafat Yunani
kepada para pengguna bahasa Arab guna menentang para teolog ortodoks yang
cenderung enggan dan menolak pengetahuan asing.
Melalui
penelusuran karya-karya al-Kindi, sejarawan menetapkan bahwa al-Kindi merupakan
filosof pertama yang menyelami disiplin filsafat dengan menggunaan bahasa Arab
sebagai media pengantarnya. Kesulitan yang dihadapi al-Kindi dalam mengenalkan
sesuatu yang masih asing pada kolega-kolega cendekiwan dan orang-orang di
zamannya, semakin memotivasinya untuk selalu berupaya menemukan istilah-istilah
filsafat Yunani dalam kosa kata bahasa Arab yang memadai.
Setidaknya
ada beberapa kosa kata yang dimunculkan alKindi untuk memudahkan pengenalan filsafat pada kalangan
Islam; filsafat diidentikkan dengan hikmah, fantasia diistilahkan dengan
mushawwarah dan hule disamakan dengan thin atau maddah. Bahkan terkadang
al-Kindi terpaksa menggunakan kembali bahasa Arab kuno yang hampir punah untuk memadankan
istilah-istilah dalam filsafat Yunani; seperti kata Ais untuk padanan kata
'wujud'. Guna menjaga ketelitian dalam pemakain istilah-istilah, al-Kindi
menyusun risalah khusus yang merupakan risalah tertua al-Kindi yang sampai ke
tangan para penerusnya. Kemampuan bahas Arab al-Kindi yang di atas ratarata
melapangkan langkahnya dalain penemuan istilah-istilah asing itu.
- Pemikiran Filsafat
al-Kindi
Konstruksi
pemikiran filsafat al-Kindi merupakan refleksi doktrin-doktrin yang
diperolehnya dari sumber-sumber Yunani klasik dan warisan Neo Platonis yang
dipadukan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Basis pemikiran filsafat yang
mendasari keseluruhan pemikiran al-Kindi ditemukan dalam risalah fi al hudud
al-Asyya · . Dalam risalah tersebut, al-Kindi melakukan peringkasan atas
definisi-definisi dari literatur Yunani dalam bentuk yang sederhana. Ringkasan
yang pada awalnya hendak memaparkan filsafat Yunani, oleh banyak kalangan
dinilai hanya merupakan ringkasan definisi secara harfiah saja yang merujuk
kepada Aristoteles tanpa kepastian yang jelas atas validitas sumbemya.
Dalam
pandangan al-Kindi, filsafat dapat diterima sebagai bagian dari kebudayaan
Islam. Filsafat merupakan ilmu . terhormat dan termulia yang tidak mungkin
ditinggalkan begitu saja oleh manusia yang berpikir. Pendapat ini ditujukan
al-Kindi kepada para cendikiawan yang menentang keberadaan filsafat dalam
kebudayaan Islam. Sikap para penentang filsafat ini kerap menjadi rintangan
tersendiri yang harus dihadapi al-Kindi dan para filosof muslim lain.
Al-Kindi
menmJau filsafat dari berbagai aspek yang melatar-belakangi tiap pemikiran;
dari dalam dan luar. Dari dalam dimaksudkan Ui1tuk mengakui para filosof Yunani
terdahulu dalam merumuskan pengertian, arti dan cakupan filsafat. Sementara
itu, al-Kindi menelaah filsafat dari luar dengan tujuan pembentukan filsafatnya
sendiri.
Dalam risalah
al-Kindi yang khusus memaparkan bagian permulaan dari disiplin filsafat,
al-Kindi mengemukakan enam definisi filsafat yang seluruhnya bercorak Platonis.
Menurut alKindi filsafat adalah ilmu tentang hakikat sesuatu dalam batas
kesanggupan manusia yang meliputi ilmu ketuhanan, ilmu keesaan (wahdaniyyah),
ilmu keutamaan (fadhilah) dan kajian apapun yang berguna bagi kehidupan
manusia. Al-Kindi juga menyatakan bahwa tujuan para filosof dalam berteori
adalah mengetahui kebenaran yang kemudian ditindaklanjuti dengan amal perbuatan
dalam tindakan; semakin dekat manusia pada kebenaran, akan semakin dekat pula
pada kesempurnaan.
Pengetahuan
tentang kebenaran dan hal-hal lain yang diderivikasikan dari problem kebenaran
merupakan orientasi para filosof manapun tanpa membedakan latar pemikiran dan
jenis ataupun aliran yang dianut. Para filosof muslim sebagaimana juga para
filosof Yunani, percaya bahwa prihal kebenaran berada jauh di atas batas-batas
pengalaman. Kebenaran bersifat abadi di alam adialami, atau berada di alam idea
atau di dalam posisi yang meliputi seluruh yang ada. Dalam berteori, para
filosof mencari kebenaran; dan dalam praktik, menyesuaikan kebenaran itu dengan
kenyataan empiris. Jika pengetahuan tentang kebenaran merupakan orientasi yang
hendak dicapai oleh para filosof, maka al-Kindi pun menetapkan tujuan utama
filsafat sebagai jalan menuju pengetahuan tersebut. Menurut al-Kindi,
pengetahuan akan kebenaran mengharuskan manusia untuk menggabungkan fisika dan
metafisika, sains dan teknologi. Berangkat dari asums1 inilah, al-Kindi
mengupayakan perpaduan antara doktrin filsafat dan agama.
Upaya,
pemaduan agama dan filsafat yang dilakukan alKindi didasari pada keyakinannya
bahwa kitab suci al-Qur'an (dasar agama) telah mewartakan
argumentasi-argumentasi yang meyakinkan seputar ihwal kebenaran yang tidak akan
pernah bertentangan dengan doktrin yang dihasilkan filsafat. Hanya saja, proses
pemaduan agama dan filsafat tidak mungkin terlaksana tanpa mengakui keberadaan
alat kerja agama dan filsafat yang sama. Bagi al-Kindi, fakta bahwa filsafat
bersandar . pada kemampuan akal (rasionalitas) tidak berbeda dengan fakta bahwa
doktrin agama juga memerlukan akal sebagai alat untuk memahami ajarannya. lni
berarti, al-Kindi menaruh hormat yang tinggi pada anugerah akal dengan cara memaksimalkan
kerja akal dalam mencapai pengetahuan akan kebenaran.
Terhadap
orang-orang yang menolak filsafat dan mengharamkan filsafat sebagai jalan
menuju pengetahun akan kebenaran, al-Kindi menilai bahwa mereka adalah bagian
dari para pengingkar kebenaran. Tidak sepantasnya bagi manusia yang telah
dikarunia akal mengingkari dan melecehkan hasil kerja akal. Dalam pandangan
al-Kindi, para pengingkar kebenaran akal sama saja dengan manusia yang
"menjual" agama untuk kepentingan sendiri. Selain mendasari pendapat
ini dengan argumentasi rasional, al-Kindi merujuk pada ayat-ayat al-Qur'an yang
menyeru pada penghormatan atas akal.
Sebab
penolakan sebagian kalangan atas filsafat, oleh alKindi dinilai bermula dari
kekhawatiran yang tidak beralasan; mereka khawatir akan terjadi pertentangan
antara hasil kerja filsafat dan doktrin agama yang sudah diyakininya. Bagi
al-Kindi, kekhawatiran semodel ini tidak dapat dijadikan alasan yang valid
untuk menolak filsafat dan menjauhkannya dari umat Islam. Al-Kindi merasa yakin
bahwa pedoman ta'wil dapat :nencegah terjadinya pertentangan dan silang
pendapat antara agama dan filsafat. Namun demikian, al-Kindi dalam karyanya
Kammiyah kutub Arsithateles memaparkan perbedaan antara doktrin agama dan
filsafat sebagai berikut:
1.
Filasafat merupakan bagian
dari humaniora yang dicapai para filosof melalui proses panjang pembelajaran,
sedengkan agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkatan tertinggi karena
diperoleh tanpa proses pembelajaran danhanya diterima secara langsung oleh para
Rasul melalui proses pewahyuan.
2.
Jawaban filsafat
menunjukkan ketidakpastian danmemerlukan perenungan yang mendalam. Sedangkan
agama lewat kitab suci memberikan jawaban yang pasti danmeyakinkan.
3.
Filsafat menggunakan metode
logika, sedangkan agama mendekati persoalan manusia dengan keimanan.
Di langkah
awal pendalaman filsafat al-Kindi, ia terlebih dahulu membagi filsafat secara
global dalam dua bagian utama; studi-studi teoritis dan studi-studi praktis.
Yang masuk ke dalam kajian studi-studi teoritis adalah; kajian fisika,
matematika dan metafisika, sedangkan disiplin etika, ekonomi dan politik digolongkan
ke dalam studi-studi praktis. Disamping membuat klasifikasi global atas
filsafat, al-Kindi menyatakan bahwa filsafat terdiri dari; Pertama pengajaran
atau ta'lim, terjelma dalam matematika dan berfungsi sebagai pengantar. Kedua,
ilmu alam. Ketiga ilmu agama. Pengutamaan disiplin matematika sebagai prasyarat
filsafat dipengaruhi oleh Filsafat Aristoteles.
- Metafisika dalam
Pemikiran al-Kindi
Proses
pemaduan ajaran filsafat Yunani dan doktrin agama Islam yang diupayakan oleh
al-Kindi, tidak berhenti pada persoalan-persoalan lahiriyah yang tercakup dalam
rumusa hukum fisika
belaka. al-Kindi ikut andil dan dinilai berhasil menyusun pengetahuan yang
berada jauh di luar batas pengalaman fisik. Filsafat al-Kindi juga membahas
pengetahuan ketuhanan (rububiyyah), keesaan (wahdaniyyah), keutamaan
(fadhilah), dan pengetahuan lain yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.
Persoalan
metafisika al-Kindi dimulai dengan penetapan unsur-unsur yang menyusun materi
fisikal. Keseluruhan benda yang dapat ditangkap indera merupakan juz· iyah
(partikular) dari wujud benda dan menurut al-Kindi yang penting untuk
dibicarakan filsafat bukanlah aspek partikular benda-benda itu, akan tetapi
hakikat yang terdapat dalam benda. T entu saja pemikiran semodel ini sedikit
banyak dipengaruhi oleh pambagian benda dalam substansi dan aksidensi dalam
filsafat Aristoteles. Jika dalam filsafat Aristoteles, substansi adalah bahan
yang tetap dan aksidensi adalah aspek yang mungkin berubah dari benda, maka
al-Kindi menyatakan bahwa tiap benda mengandung dua hakikat; hakika't juz· iyah
yang disebutnya sebagai 'aniyah dan hakikat kulliyah yang disebut Mahiyah.
Jika
pembicaraan seputar ketuhanan merupakan bagian dari metafisika, maka pemikiran
al-Kindi tentang persoalan yang satu ini dapat dilacak dalam karyanya fi
al-Falsafah aiUla. Menurut al-Kindi, T uhan tidak mempunyai hakikat dalam arti
'aniyah dan tidak pula mahiyah. Hal ini dikarenakan Tuhan bukan seperti
benda-benda fisik yang dapat ditangkap indera.
Tuhan tidak
tersusun dari materi dan bentuk (dari matter dan form). Tuhan juga tidak
memiliki aspek mahiyah. Dan karenanya, T uhan juga bukan merupakan genus dan
species. Al-Kindi men ye but T uhan sebagai T uhan yang Satu, yang tak bisa
diserupai apapun dan yang Unik. T uhan dalam pemikiran alKindi adalah al-Haqq
al-Awwal dan al-Haqq al-Wahid. Pengetahuan ketuhanan (rububiyyah) dimasukkan dalam
lapangan filsafat karena memiliki peran penting dalam kehidupan spiritual
manusia. Pengetahuan ten tang T uhan diprakarsai oleh akal dalam menangkap
isyarat yang diberikan T uhan melalui berbagai fenomena yang bisa dilihat, dirasa
dan dipikirkan manusia.
M.anusia dapat
saja mengatakan bahwa membicarakan Tuhan adalah pembicaraan yang
supra-rasional. Benar, bahwa T uhan itu tidak sepenuhnya rasional bila dibicarakan
dengan standar rasionalitas manusia. Dalam masalah ini, hal-hal yang supra-rasional
mesti dimasukkan ke dalam sistem keyakinan. Meyakini sesuatu yang
supra-rasional merupakan bagian dari pekerjaan hati (pemandu rasa). Dari sini
kelihatan betapa diutamakannya prinsip keseimbangan antara akal dan hati, ·
antara rasio dan iman dalam filsafat al-Kindi.
Pengetahuan
tentang T uhan, oleh al-Kindi disebut sebagai filsafat awal atau filsafat
pertama; filsafat · yang mewacanakan al-Haqq sebagai telos yang akan mengakhiri
kerja filsafat. al-Kindi pernah berpendapat mirip dengan yang dikemuakan oleh
Aristoteles :
"Karena
Allah, Maha Terpuji, Dia a dalah penyebab gerak ini yang aba di (qadim), maka
la tak dapat dilihat dan tak bergerak, penyebab gerak tanpa
menggerakkan Diri-Nya. Secara se derhana, la tunggal sehingga tak dapat dipecah lagi menja di lebih tunggal, dan tak terlihat karena tak tersusun, dan tak a da susunan bagi-Nya, tetapi
sesungguhnya la terpisah dari segala yang dapat dilihat, karena la adalah
penyebab gerak segala yang dilihat".
Penyebab gerak
yang abadi mirip dengan pernyataan Aristoteles yang mengistilahkan T uhan
sebagai Causa Prima a tau penyebab pertama. Atau dapat saja mirip dengan dalil
ketuhanan pada Thomas Aquinas, seorang filosof abad pertengahan yang
mengemukakan dalil tentang · T uhan, di antaranya adalah dalil sebab yang
mencukupi (efficient cause) dan dalil gerak. T uhanlah, katanya, yang
menyebabkan alam ini bergerak dari potensia ke actus. Alam jadi actus karena
ada yang menggerakkannya. Sedangkan dalil sebab yang mencukupi adalah sebab
yang lain lahir akibat adanya akibat dan
akibat lahir karena adanya sebab dan
berhenti sampai sebab awal. Sebab awal tidak lahir dari adanya akibat, tetapi
sebab awal yang melahirkan akibat pertama, akibat pertama melahirkan sebab yang
kedua, dan akibat yang kedua melahirkan
sebab yang ketiga, dan seterusnya sampai tidak terhingga. Ketak-terhinggaan
merupakan cukupnya suatu sebab. Adanya rangkaian sebab akibat ini menandakan
adanya sebab awal, Dialah T uhan.
_ Pernyataan
yang pernah dilontarkan al-Kindi tidak sertamerta merupakan nukilan dari
pendapat Aristoteles belaka. Alkindi percaya bahwa T uhan dalam agama yang
diyakininya lebih dari sekedar penggerak pertama yang tidak digerakkan.
Al-Kindi tidak menaruh kecurigaan apapun seputar status Tuhan sebagai pencipta
yang ada dan akan selalu ada. Hanya saja, al-Kindi lebih sering menggunakan
kata 'aiBarri' untuk menyebut Tuhan ketimbang 'Allah' yang lebih mendapat
tempat dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Dalam membuktikan keberadaan Tuhan, al-Kindi
tampaknya tidak bisa lepas sepenuhnya dari pengaruh mutakaWmin (para teolog)
sejamannya. Al-Kindi mengemukakan dalil-dalil yang lazim digunakan para teolog,
yakni;
1. Dalil
Baharu Alam.
2. Dalil
Keragaman dan Kesatuan.
3. Dalil
Pengendalian Alam dalam Keteraturan.
Penggunaan
dalil baharunya alam telah dikenal oleh mutakalLimin yang juga berupaya
merasionalisasikan keberadaan Tuhan. Namun demikian ada sedikit perbedaan
antara argumentasi milik mutakaWmin dengan argumentasi al-Kindi sebagai filosof
muslim. Perbedaan terletak pada isi dan
kandungan dalil itu. Al-Kindi mengemukakan bukti atas kemustahilan apabila alam
m1 ada tanpa ada yang mendahuluinya. Adanya alam ini secara langsung memastikan
adanya penyebab yang menjadikannya ada.
Argumentasi
al-Kindi dibangun di atas fondasi keyakinannya bahwa gerak dan waktu berada
dalam keterbatasan eksistensial. Dengan kata lain, pandangan yang menyokong
prihal keterbatasan gerak dan waktu
mendasari keterbentukan dalil baharunya alam. Dengan gamblang al-Kindi mulai
mengajukan pertanyaan; apakah mungkin realitas dunia menjadi sebab bagi wujud
dirinya? Jawaban yang diajukannya; tentu saja tidak!. Keberadaan segala sesuatu
mesti didahului oleh sebab-sebab tertentu. Aridaian ini tentu mengingatkan
siapapun pada pemikiran Aristoteles dan
empat sebab yang dikemukakan oleh Aristoteles.
Dalil kedua
yang dirnaklumatkan al-Kindi untuk membuktikan keberadaan Tuhan adalah bukti
keragaman dan kesatuan alam. Menurut al-Kindi apapun yang eksis di alam, baik
alam yang terindera maupun yang tidak, tidak mungkin memiliki keaneka-ragaman
tanpa tanpa keseragaman dan keseragaman
tanpa keragaman. Hukum keseragaman dan keaneka-ragaman
ini bukan merupakan sebuah kebetulan sejarah belaka, tapi pasti ada
penyebabnya. Penyebab yang memunculkan keragaman dan kesatuan ini mesti sesuatu yang tidak
dapat disebabkan oleh yang lain; Tuhan.
Sedangkan dalam
pembahasan tentang dalil terakhir dalam membuktikan keberadaan T uhan, al-Kindi
menyatakan bahwa alam dan hukum-hukum
yang berlaku di dalamnya, tidak akan mungkin berjalan se-teratur yang terlihat,
tanpa ada yang menge.n dalikannya. Wujud pengen dali alam yang menjaganya tetap
berada dalam keteraturan tentulah wujud yang maha dan tidak akan mungkin sama dengan yang diken dalikannya. Jika alam dan hukum-hukum alam a dalah baharu, maka
pengendali tidaklah baharu. Jika alam dan
hukum-hukum alam merupakan hasil penciptaan, maka pengen dali bukanlah wujud
yang diciptakan. Sesuatu yang mengen dalikan mesti berbeda dengan yang
dikendalikannnya. Sebab bila antara pengendali dengan yang dikendalikan sama,
maka yang akan lahir adalah sebuah ketidak-teraturan. Pengendali yang menjaga
keteraturan itu, hanya dapat diketahui
melalui pelacakan jejak-jejakNya saja. Argumentasi yang terakhir ini dikenal dengan ill.at tujuan. Keteraturan alam dalam pengen dalian ini mengarah pada sikap
hormat dan kekaguman manusia pada Tuhan
yang mengatur dan mengendalikan alam
jika direnungkan secara men dalam. Penataan alam begitu rasional dan harmonis.
Tentang sifat
Tuhan, al-Kin di menyebutkan bahwa sifat Tuhan itu azali, yang tidak berawal dan tidak berakhir. Ia tidak bergerak, sebab
bila dikatakan bergerak berarti ia
memerlukan perubahan atau pertukaran arah. Sedangkan yang memerlukan perubahan dan pertukaran arah memerlukan ruang dan waktu. Pa dahal Allah tidak perlu ruang dan waktu.
- Pembicaraan
Seputar Jiwa dan Akal
Dalam perjalan
pemikiran filsafat al-Kindi, persoalan yang berhubungan dengan jiwa mendapat
tempat dalam risalahnya yang berjudul fi al.-Qaul fi an-Nafs (Pendapat tentang
jiwa), KaLam fi an-Nafs ( Pembahasan tentang jiwa), Mahiyah anNaum wa ar-Ru'ya
(Substansi tidur dan mimpi), Fi araql (Ten tang Akal) dan al-HiLah Li Dafi
al.-Ahzan (Kiat Melawan Kesedihan). Empat karya pertama diterbitkan dalam
ar-RasaiL alKindi al-FaLsafiyah, sedangkan dua tulisan terakhir ditemukan
dalam RasaiL FaLsafiyah U al.-Kindi wa al-Farabi wa Ibnu Bajah wa lbnu 'Arabi
yang disahkan oleh DR. Muhammad Abdurrahman Badawi.
Pemikiran
tentang jiwa dalam filsafat al-Kindi banyak dipengaruhi oleh ide-ide
Aristoteles, Plato dan Plotinus. AlKindi mendefinisikan jiwa sebagai;
"Kesempurnaan awal bagi fisik yang bersiafat aLamiah, mekanistik, d.an
memiUki kehidupan yang energik, atau kesempatan fisik aLami yang mempunyai aLat
d.an mengaLami kehidupan". Definisi ini merupakan definisi yang digagas
Aristoteles. Selain menerima definisi yang digagas Aristoteles, al-Kindi juga
menyebutkan definisi yang ditengarai bersumber dari Plato dan Plotinus, yakni
sebagai "demen yang mempunyai kelwrmatan, kesempurnaan, berkedudukan
luhur, d.an substansinya berasal d.ari substansi Sang Pencipta" .
Definisi yang
dipaparkan kembali oleh al-Kindi dialamatkan pada jiwa rasional yang disebutnya
dengan an-Nafs an-Nathiqah. Menurutnya, jiwa ini merupakan substansi yang
bersifat iLahi, rabbani dan berasal dari cahaya Pencipta, substansi sederhana yang
tidak fana, substansi yang turun dari dunia akal ke dunia indera dan
dianugerahi kekuatan memori akan masa lalunya.
Al-Kindi
meyakini doktrin kekekalan jiwa. Menurutnya, jiwa akan kekal meskipun setelah
kematian dan perpisahannya dengan raga. Jiwa berpindah dari alam yang penuh
tuntutan menuju tempat keabadian, berkumpul bersama cahaya milik Sang Pencipta.
Di tempat itu, jiwa dinilai mampu memandang segala hal lebih jelas dari pandangan-pandangan
sebelumnya. Jiwa mampu menangkap yang nyata dan yang masih rahasia.
Sepanjang jiwa
masih berada dalam raga, jiwa tidak akan memperoleh kesenangan hakiki dan
kesempurnaan pengetahuan. Hanya ketika jiwa bercerai dan meninggalkan raga,
kesenangan jiwa dan kesempurnaan pengetahuan dapat tercapai. Jiwa beranjak
meninggalkan objek-objek ter-indera dan menuju alam kebenaran yang dinaungi nur
pencipta, berada dekat dengan Tuhan dan dikaruniai kemampuan melihat Tuhan.
Hanya saja, al-Kindi berkeyakinan bahwa hanya jiwa yang suci yang dapat pergi
ke alam kebenaran. Adapun yang masih kotor, akan terlebih dahulu melewati etape
pembersihan. Meskipun al-Kindi percaya bahwa jiwa itu kekal, al-Kindi tidak
serta-mrta
menyamakan kekekalan jiwa dengan kekekalan Sang Pencipta. Jiwa memang qadim,
namun aspek ke-Qadiman-nya karena di-qadim-kan oleh T uhan Yang Maha Qadim.
Pendapat
al-Kindi seputar persoalan jiwa merupakan gabungan pendapat Plato dan
Aristoteles. Al-Kindi sering menyebut pembagian tiga daya jiwa Plato, tapi di
saat yang berbeda, dia juga berupaya menggabungkan kedua pendapat dari dua
tokoh yang dikaguminya itu. Pemaduan kedua pendapat itu membuat al-Kindi
membagi daya jiwa dalam tiga bagian besar; daya inderawi, daya rasional dan daya
perantara yang memisahkan dua daya sebelumnya.
Daya indera,
menurut al-Kindi berfungsi untuk memahami bentuk-bentuk inderawi eksternal yang
berkaitan dengan materi-materi jiwa.
Alat pada daya ini adalah panca indera
.. Objek-objek in derawi yang ditangkap oleh indera akan disampaikan kepada daya rasional melalui daya-
daya perantara. Daya jiwa perantara terdiri dari; fantasi dan imajinasr yang berfungsi untuk memahami
bentuk-bentuk in derawi meskipun objek-objek eksternalnya su dah terhapus, daya pemelihara yang bertugas menghafal bentuk-bentuk
in derawi dan mengantarnya pada fantasi dan imajinasi, daya emosi yang berfungi sebagai pendorong
manusia untuk melawan hal-hal yang dinilai
mumpuni untuk menyakiti jiwa, daya
syahwat yang men dorong manusia untuk memenuhi keinginan, daya nutrisi yang
berusaha membantu pertumbuhan dan daya
penumbuh dalam proses pertumbuhan.
Klasifikasi daya yang dimiliki jiwa menurut al-Kindi ini,
secara sederhana oleh Muhammad 'Utsman Najati dirunut rapi sebagai berikut:
1. Daya
Inderawi.
2. Daya
Perantara yang ter diri dari;
a). Daya
Fantasi dan Imajinasi
b). Daya
Pemelihara
c). Daya
Emosi
d). Daya
Syahwat
e). Daya
Nutrisi
f) Daya
Penumbuh
3. Daya
Rasional
Berbe da
dengan Aristoteles yang menganggap pusat semua daya in derawi a dalah hati,
al-Kindi berkeyakinan bahwa pusat semua daya diken dalikan akal. Persoalan akal
dibicarakan oleh al-Kindi secara rinci dalam cakupan daya jiwa rasional yang
bertugas untuk memahami hal-hal yang rasional.
Dalam karyanya
Fi al"aqi, al-Kindi menuangkan wacana seputar akal dan tahapan-tahapan rasionalitas yang dilalui
akal dalam pembentukan pengetahuan. Al-Kin.di membagi akal berdasarkan tiap
tahapan sebagai berikut;
1.
Akal yang selalu aktif;
akal ini merupakan inti semua akal dan
semua objek pengetahuan.
2.
Akal potensial; akal yang
menjamin kesiapan manusia untuk memahami hal-hal yang mungkin rasional dan membutuhkan rangsangan dari luar.
3.
Akal aktual, akal potensial
yang telah keluar dari batas potensial ketika jiwa mulai memahami hal-hal yang
rasional dan abstrak. Akal ini sering
juga diidentikkan dengan akal Mustafad atau akal perolehan.
4.
Akal Lahir; akal yang telah
serius dalam memahamai halhal yang rasional dan mengubah sesuatu yang potensial (terpen dam)
menjadi aktual.
Dengan
klsifikasi yang a da, terlihat jelas bahwa persoalan akal dalam filsafat al-Kin
di dibicarakan bersamaan dengan pembicaraan jiwa. Akal sebagai agen pengetahuan
yang mengontrol proses pembentukan pengetahuan melalui bantuan pengalaman
inderawi, bagi al-Kindi merupakan potensi yang ada dalam jiwa dan berkemungkinan untuk bergerak dari
potensialitas menunju aktualitas. Sampai titik ini, al-Kindi memandang bahwa
sesuatu yang rasional adalah sesuatu yang mengeluarkan daya akal dari tempatnya yang potensial lewat rangkaian
aktualitas yang dibantu oleh daya-daya jiwa perantara.
Klasifikasi
diatas juga menunjukkan teori pengetahuan dalam filsafat al-Kindi. Al-Kindi membagi
pengetahuan kedalam dua jenis; pengetahuan in derawi dan pengetahuan rasional. Pengetahuan inderawi
hanyalah pengetahuan atas bentuk lahir dari sesuatu, sedangkan pengetahuan
rasional merupakan pengetahuan atas hakikat sesuatu yang lebih mendalam dan
melewati batas lahir sesuatu.
Akhirnya,
semua pemikiran yang digagas al-Kindi merupakan gagasan yang ditujukan untuk
memperdalam pengetahuan manusia tentang dirinya. Idealnya, manusia paripurna
tidak berada dalam wilayah teoritis, tapi dalam tatar praktis. Menurut
al-Kindi, seorang filosof diwajibkan untuk menempuh kesusilaan hidup. Sebab,
hikmah sejati melahirkan pengetahuan dan perbuatan. Kebijakan dicari tidak
untuk diri sendiri (dari Aristoteles), tapi untuk kebahagian ( dari kaum stoa).
Kebahagian berhubungan dengan pengetahuan. Sebab, pengetahuan akan mengingatkan
manusia bahwa tabi'at awlimanusia adalah baik, meskipun kerap tergoda oleh
dorongan hawa nafsu (dari Sokrates). Al-Kindi menambahkan, pengetahuan juga
akan membuang sikap serakah dari diri manusia karena kepemilikan yang terlalu
berlebihan akan memberatkan jiwa.
No comments:
Post a Comment